Tangkal Hoax dengan Kebenaran

Pesan Paus, “Datang dan Lihatlah”, mengajak kepada seluruh pembuat berita untuk menyampaikan kabar kebenaran.

— Rosita Sukadana

Pada Idulfitri kali ini, media sosial diramaikan dengan hoax lonjakan kasus Covid-19 di beberapa kabupaten/kota di Jatim. Hal ini mengingatkan pada hoax yang juga terjadi semasa Idulfitri tahun lalu. Informasi yang tidak benar tentang lima anak  yatim piatu dan miskin. Ayah mereka meninggal dunia karena Covid-19. Foto jenazah dan anak-anak tersebut melengkapi hoax yang tersebar melalui sejumlah media sosial.

Pada kenyataannya, kakak beradik yang diberitakan adalah anak-anak dari sepasang suami istri yang mendapat pendampingan dari tim Relawan Paliatif dan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) paroki Kristus Raja Surabaya. Pendampingan sudah dilakukan beberapa tahun lalu dan semakin aktif pada saat hubungan suami istri ini sedang bermasalah. Persoalan mereka berawal dari lumpuhnya kedua kaki kepala rumah tangga akibat Hernia Nukleus Pulposus (HNP). Tidak berfungsinya anggota badan menjadi penyebab si istri pergi meninggalkan rumah sehingga mengharuskan si suami mengurus kelima anak mereka.

Situasi ini membuat si suami bertekad untuk dapat berjalan kembali. Keinginan untuk sembuh direalisasikan dengan menjalani operasi tulang belakang. Pada masa pemulihan pascaoperasi, terjadi infeksi yang akhirnya menjalar ke otak. Keadaan yang menyebabkannya menghembuskan nafas terakhir. Kondisi ini membuat tim melakukan pendampingan intensif pada kelima anaknya. Proses pendampingan meliputi pegurusan jenazah, pencarian ibunya dan juga  kerabat, sampai penyediaan tempat untuk bermalam; tempat tinggal sementara selama masa berkabung.

Pada hari kedua setelah kematian ayah mereka, ibunya ditemukan di Jogja. Sesudah proses negosiasi yang alot, akhirnya ibu mereka menyetujui permintaan tim dengan bersedia kembali ke Surabaya untuk mengasuh kelima anaknya. Keadaan yang sangat berbeda dengan hoax yang beredar.

Baca juga:   Gereja dan Semangkok Es Campur

Hoax tentang anak-anak ini, menyebabkan pastor kepala paroki Kristus Raja, RP. Dodik Ristanto, CM., terdorong untuk melakukan klarifikasi. Penjelasan secara tertulis mengenai kondisi yang sebenarnya, berdasarkan kronologi pendampingan. Tulisan dibuat menurut peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi, berupa pengalaman tim pendamping selama bersama dengan sumber berita. Surat klarifikasi ini kemudian disebarkan secara resmi di media sosial.

Beredarnya  surat klarifikasi menangkal hoax seputar peristiwa itu. Penangkalan yang meredakan peredaran dan akhirnya berhenti dengan sendiri.  Berhentinya hoax tersebut karena surat klarifikasi mempunyai kekuatan dari kebenaran informasi. Apalagi, kebenaran tersebut mendapat dukungan dari instansi resmi.

Kebenaran informasi menjadi perhatian Paus; pemimpin umat katolik sedunia. Terlihat pada pesannya dalam rangka hari Komunikasi Sosial Sedunia ke 55, tahun ini. Pesan Paus, “Datang dan Lihatlah”, mengajak kepada seluruh pembuat berita untuk menyampaikan kabar kebenaran. Kebenaran diperoleh dengan cara mendatangi dan melihat langsung di tempat peristiwa sebagai riset dan observasi, serta mewawancarai sumber berita sebagai verifikasi. 

Pada masa pandemi, kaidah tersebut tetap wajib dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan. Di samping itu, ia juga dapat dijalankan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan memberi dampak positif—asal tidak membuat terlena, yang kemudian mengabaikan cara untuk mendapat informasi yang benar.

Kebenaran informasi layak menjadi prioritas. Hal ini berlaku tidak hanya  bagi jurnalis. Pembuat berita di media sosial, termasuk penyebar dan penerima, layak mengutamakan kebenaran sebagai bentuk tanggung jawab moral. Semua yang terkait, perlu berubah, mengganti kebiasaannya dengan menjalankan riset, observasi, dan verifikasi untuk menulis ulang apa yang terjadi sesungguhnya.

Memperoleh informasi peristiwa yang sesungguhnya terjadi memang perlu waktu. Kecepatan menyampaikan sebuah berita bukanlah yang utama, meskipun menjadi tuntutan konsumen. Konsumen juga perlu mendapat edukasi dalam hal ini.

Baca juga:   Gereja Katolik dan Insan Homoseksual

Dampak negatif dari hoax sudah banyak, bahkan ada yang menyangkut nyawa. Menghentikan hoax dengan mengabarkan berita yang benar adalah tugas bersama; tugas yang mulia.[MFR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *