Mengakui Kesalahan Anak

sumber:https://www.dancow.co.id

Orang tua yang kerap menunjukkan perbedaan sikap di depan anak akan membuat anak kebingungan dan condong pada pihak yang membelanya, anak-anak menjadi tidak belajar dan mencari pembenaran dengan keberpihakan. Maka jangan salahkan jika kelak saat anak-anak sudah dewasa, mereka menjadi pribadi yang pengecut, memilih lari daripada menyelesaikan masalah yang mereka alami.

—-Nurul Intani

Masa kanak-kanak adalah periode emas untuk
anak melakukan eksplorasi. Di periode ini anak-anak mulai mengembangkan
kemampuan berbahasa, bersosialisasi, bertanggung jawab, dll. Maka wajar saja
jika di masa ini anak-anak melakukan trial and error. Meski begitu, hal
ini tidak menjadi pembenaran bahwa anak-anak harus dimaklumi dan dibiarkan saja
ketika melakukan kesalahan.  Berbuat
salah memang wajar dilakukan siapapun, termasuk anak-anak, tetapi sebagai orang
tua, kita tentu bisa memberikan penjelasan bahwa saat membuat kesalahan
hendaknya bertanggung jawab; bisa dengan meminta maaf atau melakukan
introspeksi agar tidak mengulangi kesalahan tersebut; bukan malah memaklumi dan
membela anak.

Anak-Anak Juga Boleh Salah

Tidak perlu membela mati-matian ketika anak melakukan
kesalahan, tidak perlu merasa ragu untuk mengatakan salah jika memang yang
dilakukan anak keliru, sebab reaksi yang ditunjukkan orang tua saat anak
melakukan kesalahan menjadi patokan anak dalam menentukan sikap. Misal saat
anak tidak sengaja merusak mainan temannya, tidak perlu malu untuk mengajari
anak agar meminta maaf, jangan justru menyalahkan orang lain karena
memperbolehkan meminjamkan mainannya. Fokus saja untuk menanamkan sikap
tanggung jawab bahwa ada konsekuensi yang harus ditanggung ketika kita
melakukan kesalahan, misal merusakkan mainan teman maka harus mengganti jangan
justru mencari kambing hitam dan acuh.

Baca juga:   Mengasuh Bersama Ayah

Anak-anak belajar bersikap dari apa yang
diajarkan orang tuanya. Anak-anak bukan makhluk sempurna yang tidak pernah
melakukan kesalahan, justru dari kesalahanlah mereka akan belajar. Terus
membela anak sama dengan membenarkan perilaku yang seharusnya dikoreksi,
padahal sikap membela yang berlebihan dapat merusak mental anak; anak menjadi
bebal dan acuh.

Kekeh membela anak dan membuat deretan pemakluman
saat mereka melakukan kesalahan justru akan membuat mereka merasa bebas
melakukan apapun tanpa tanggung jawab. Tidak ada orang tua yang tidak ingin
membela anaknya, tetapi membela saat anak melakukan kesalahan bukan hal yang
bisa dibenarkan. Meskipun sebagai orang tua kita ingin menjadi partner yang
baik bagi anak-anak dalam keadaan apapun, termasuk jika ada masalah, namun
Partner yang baik itu mengingatkan, bukan membenarkan apapun yang tidak
sepatutnya dilakukan.

Latih Mental Anak

Jiwa sportif tumbuh dari kesalahan yang disadari dan dipertanggungjawabkan, sedangkan mental pengecut muncul akibat kesalahan yang terus-terusan dimaklumi tanpa dibenahi. Tentu saja sebagai orang tua kita ingin memiliki anak yang memiliki pribadi terpuji, oleh sebab itu pembiasaan untuk meminta maaf, memaafkan bahkan berterima kasih untuk hal-hal yang terlihat remeh-temeh sangatlah penting.

Beberapa orang tua kadang abai dan menganggap bahwa hal-hal kecil; meminta maaf, berterima kasih adalah hal yang tidak terlalu penting dibiasakan. Padahal dari hal-hal kecil inilah anak-anak belajar membiasakan diri untuk bertanggung jawab dan menghargai orang lain. Tentu saja orang tua juga harus mencontohkan dengan melakukan hal yang sama, misal saat bermain bersama anak, tiba-tiba orang tua mendapat panggilan telpon untuk bekerja, maka jangan menyepelekan untuk meminta maaf pada anak dan memberikan pengertian agar mereka paham dan belajar memahami situasi.

Baca juga:   Pernikahan Beracun "Toxic Marriage"

Orang tua di sekitar anak tentu juga harus kompak, terutama ibu dan ayah, biasanya ayah cenderung longgar menetapkan peraturan, sedangkan ibu cenderung disiplin dalam mengingatkan anak ketika tidak bertanggung jawab. Hal ini menciptakan persepsi di benak anak yang berujung pada kecenderungan untuk menghindari kedisiplinan dan tanggung jawab yang diajarkan orang tua. Akibatnya, anak mencari tempat pembelaan dari orang yang seharusnya menegur kesalahannya. Orang tua yang kerap menunjukkan perbedaan sikap di depan anak akan membuat anak kebingungan dan condong pada pihak yang membelanya, anak-anak menjadi tidak belajar dan mencari pembenaran dengan keberpihakan. Maka jangan salahkan jika kelak saat anak-anak sudah dewasa, mereka menjadi pribadi yang pengecut, memilih lari daripada menyelesaikan masalah yang mereka alami.[MFR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *