

Pemerintah desa seyogianya membentuk suatu forum atau kumpulan antar tokoh umat beragama yang diadakan rutin sebagai upaya agar hubungan antar tokoh bisa saling harmonis dan memahami.
—– Mohamad Saefudin, S.Ag
Sejarah telah membuktikan bila konflik dan ketidak harmonisan antar pemeluk agama telah membawa dampak yang sangat merugikan bagi bangsa, negara, dan agama itu sendiri. Jauh di atas semua itu, konflik keagamaan juga telah merembet pada menurunya kualitas kehidupan, termasuk menurunnya stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial budaya dan kerukunan antar umat beragama. Ketidakharmonisan kehidupan keagamaan telah berdampak pada langgengnya situasi ketakutan, kecurigaan dan perasaan saling tidak mempercayai.
Kenyataan seperti ini membutuhkan upaya-upaya penyelesaian, dan pencegahan guna terciptanya kondisi keharmonisan yang penuh dengan sikap saling toleransi, hormat-menghormati dan hidup rukun. Salah satunya dengan mengedepankan sikap moderat dalam kehidupan beragama. Sikap ini merupakan perbuatan yang selalu menghindari jalan ekstrim (ekstrim kanan atau kiri) dan lebih memilih ke arah jalan tengah.
Skripsi yang ditulis oleh Mohamad Saefudin (SAA-2016) dengan judul “Menangkal Radikalisme: Studi Tentang Moderasi Keagaman di Desa Sekaran, Kayen Kidul, Kabupaten Kediri”, menelusuri bagaimana moderatisme keagamaan diejawantahkan di Desa Sekaran yang memiliki kehidupan keagamaan yang cukup variatif. Islam NU, Islam LDII, Kristen GKJW, Kristen Katolik dan Hindu di sana dapat saling hidup berdampingan secara rukun dan damai. Dari situasi ini tumbuh nilai-nilai moderat dalam bentuk sikap saling menghormati, gotong royong, dan kerja sama.
Penelitian ini menemukan bahwa masing-masing agama di sana mempunyai ajaran untuk saling menghormati, menghargai dan gotong royong, tanpa memandang status agama yang mereka anut, selama tidak bertentangan dengan ajaran agamanya. Sikap moderat juga diajarkan kepada generasi penerus atau pemuda melalui pembinaan dan pemahaman terkait dengan keberagaman yang sifanya formal maupun non formal, seperti di Islam mengadakan pengajian atau lewat sekolah dasar Islam (SDI), di Kristen melalui kegiatan gereja dan Hindu sendiri pada saat kegiatan di Pure atau di sekolah taman kanak-kanak.
Upaya penerapan sikap moderat untuk menangkal radikalisme dari pemerintahan desa dilakukan dengan merangkul tokoh agama yang ada Di Desa Sekaran dan juga membuat sebuah tim khusus (pangrupti rayon) dari setiap agama untuk merawat jenazah jika ada salah satu warga yang meninggal. Setiap umat agama atau masyarakat juga melakukan anjangsana ke tokoh agama jika ada salah agama merayakan hari raya, mendatangi (bertakziah) jika ada warga yang meninggal dengan tanpa memandang status agamanya, selalu mengedepankan keterbukaan dan dialog bersama dengan mengundang tokoh agama, memasang umbul-umbul ketika ada salah satu agama merayakan hari raya sebagai simbol toleransi serta selalu menjaga rasa kekeluargaan meskipun berbeda keyakinan dengan mengadakan acara bersama dalam satu acara seperti bersih desa (nyadranan) dan pada saat memperingati hari kemerdekaan.
Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa perlunya perkumpulan antar umat beragama, khususnya di kalangan remaja, dalam penanaman sikap moderat. Perkumpulan semacam ini juga bisa diarahkan untuk memberi pelatihan khusus terkait agar generasi penerus bisa terus berkembang di desanya sendiri. Rekomendasi lain adalah pemerintah desa seyogianya membentuk suatu forum atau kumpulan antar tokoh umat beragama yang diadakan rutin sebagai upaya agar hubungan antar tokoh bisa saling harmonis dan memahami. Forum ini juga bisa menjadi langkah antisipasi bila mana ada konflik terhadap umat agama maupun masyarakat. [MFR]

Mahasiswa SAA IAIN Kediri, meraih gelar S.Ag pada 2020